Friday, January 31, 2003

Suara Merdeka, 31-01-2003: “Pencipta “Bangawan Solo” Masuk Muri”

Pencipta “Bangawan Solo” Masuk Muri


Kendati sudah berusia 85 tahun, Gesang Martohartono masih lantang bernyanyi. Tanpa diiringi musik, pria kelahiran Surakarta 1 Oktober 1917 itu melantunkan lagu langgam “Bengawan Solo” di aula Museum Rekor Indonesia (Muri) untuk memenuhi permintaan tim penguji.

Dia dinyatakan sebegai seniman tertua yang masuk dapur rekaman sehingga berhak mendapatkan penghargaan dari Muri. Album terbaru Gesang berjudul Sebelum Aku Mati digarap di studio GNP Jakarta dan Pusaka Semarang pada Agustus dan September 2002.

Sertifikat rekor bernomor 839 diserahkan sendiri oleh Ketua Umum Muri, Jaya Suprana kepada Gesang. “Saya sangat kagum kepada Pak Gesang. Lagu-lagunya saya temukan di beberapa negara yang pernah saya kunjungi, seperti Cina, Jepang, dan Korea,” ujar Jaya.

Album tersebut terdiri atas 10 lagu ciptaan Gesang dan 2 lagu milik orang lain. Seluruh lagu dinyanyikan secara duet dengan beberapa bintang langgam dan keroncong seperti Waldjinah, Sundari Soekotjo, Tuti Tri Sedya, dan Sri Widadi.


Selain Gesang, beberapa pemegang rekor baru juga menerima sertifikat. Di antaranya MN Andrean Susilodinata (12) sebagai master nasional catur termuda Indonesia, Ayu Okvitawanli (11) sebagai penulis novel termuda, dan Masngudin (82) yang mampu tidur telentang di antara dua punggung kursi.

Sedangkan calon pemegang rekor yang diuji antara lain Yohanes Haryono, pemilik beo nias yang bisa bersiul 13 macam lagu, Drs. Sukanto, guru pembina yang berhasil membuat karya ilmiah terbanyak, dan Seger Wicaksono yang mampu melakukan push up 63 kali dalam waktu 55 detik dengan tumpuan ibu jari.

Ir. Catrini S. Utami cukup unik karena memiliki organ tubuh terbalik. Posisi jantungnya berada di rongga dada kanan, usus buntu di sebelah kiri, dan liver atau hati juga terletak di sebelah kiri.

Ada pula Roza Delima yang mampu menulis dengan huruf terkecil, yakni 10x5mm, Drs. HR Suharjiman yang dapat menulis latin sebanyak 93 kata dari kanan ke kiri dalam waktu 7 menit 5 detik, dan Abdul Halim yang mampu membuat kumis palsu terpanjang.

Hendry Filcozwei Jan dan Linda membuat undangan pernikahan berbentuk kubus dengan enam bahasa berbeda, sementara Teddy Yosua Sanjaya mampu memantulkan bola ke lantai sebanyak 494 kali secara nonstop.

Menurut Manajer Muri, Paulus Pangka, SH, pihaknya akan menunggu reaksi masyarakat selama sekitar sebulan setelah pengujian. Bila tidak ada yang mengklaim pengujian tersebut, maka mereka berhak mendapat sertifikat rekor Muri. Rekor bisa tumbang bila di kemudian hari ada yang mampu mengungguli. (Asep BS-45)


Dikutip dari Suara Merdeka, Jumat, 31 Januari 2003, hal. XIII dan XIV

Gatra, 31-01-2003, "Undangan Pernikahan Enam Bahasa, Masuk MURI"



Berita tercatatnya rekor Hendry Filcozwei Jan & Linda di Muri pada majalah Gatra ini,
bisa Anda lihat dengan meng-klik saja alamat berikut:


Wednesday, January 8, 2003

SeRu!, 08-01-2003: "Rekoris & Cover Terbalik"



Rekoris & Cover Terbalik


Saya punya uneg-uneg nih… Saya berharap SeRu! menjadi pelopor dalam mempopulerkan kata rekoris, usulan saya untuk sebutan bagi pemegang rekor Muri. SeRu! sudah memulainya di edisi 3 (hal. 50), sayang di edisi 5 kata rekoris tidak dipakai lagi.

Cover SeRu! yang “bolak-balik terbalik” adalah ciri khas (mungkin yang pertama di Indonesia, bisa jadi masuk Muri nih…), tapi cuma 2 edisi kok langsung menghilang? Di edisi 3 saya maklum karena rambut Ecih yang panjang. Tapi edisi 4 kok tidak “bolak-balik terbalik” lagi?

Kalau menulis adanya pemecahan rekor, sebisa mungkin sajikan data (nama & catatan rekor lama sebagai pembanding). Contohnya rekor baru gebuk drum (ada data rekor baru dan lama). Di liputan “Sapu Tangan Tertua…” tak disebutkan misalnya rekoris lama slip gaji terbanyak adalah Jumeno asal Batang (disimpan sejak 1971). Atau di liputan “SeRu! Pecahkan Rekor” tak ada data rekoris lama. Misalnya teriakan terkeras rekoris wanita 118 db yang tak terpecahkan itu atas nama Fitriana Linawati asal Purbalingga.

Di edisi 4 tertulis Hari Mulyono usia 32 (lahir 1970), Lastri ibunya 40 tahun. Gak salah nih? Itu artinya sang ibu melahirkan Hari saat berusia 8 tahun, dan mungkin nikahnya saat usia 7 tahun. Kalau benar, bisa jadi ini rekor baru Muri.

Sekian surat saya, sukses selalu untuk SeRu!

Hendry Filcozwei Jan, SE


Terima kasih atas usul, saran & kritik Bung Hendry, sang rekoris yang namanya berulang kali tercatat di Muri (termasuk saat memecahkan rekor sendiri menyusun koin tertinggi dalam acara “SeRu! Pecahkan Rekor” ).

Sebagaimana cover edisi 3, cover edisi 4 tak kami buat bolak-balik karena cover depan dan belakang memiliki satu “tarikan napas” yang sama- sama-sama tentang manusia muka mbletot.

Seingat kami, Anda pernah berjanji untuk mengirim tulisan khas ke SeRu! ke redaksi SeRu!. Ayo, kami tunggu lho.


Surat Pembaca ini dimuat di majalah SeRu! 08/08-21 Januari 2003 hal. 13


*************************

Kata rekoris semula dipakai di majalah SeRu! dengan memberi tanda kutip Rekoris tapi akhirnya resmi dipakai (termasuk untuk judul berita/ headline), tanpa tanda kutip lagi. Usulan kata penggunaan kata rekoris telah disampaikan ke berbagai pihak yang sering berhubungan dengan rekoris.


Beberapa di antaranya: Prisma Entertainment yang memproduksi tayangan Rekor Nekat, Avicom yang memproduksi Luar Biasa (saat ditayangkan, di bawah nama saya tertulis Rekoris), Shandika Widya Cinema yang memproduksi Bussseeet!, ke tabloid Tokoh, dan berbagai pihak yang mewawancarai saya. Saat menulis artikel/ feature sehubungan dengan rekor, saya juga memakai kata rekoris. Beberapa yang telah menggunakan kata ini antara lain: harian Galamedia, majalah intern BVD (Berita Vimala Dharma), majalah sekolah, Gita, dan pada Buku Mini Tanda Kasih (souvenir pernikahan kami). Harapan saya ke depan, kata rekoris semakin memasyarakat, dan pada akhirnya bisa masuk ke dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI).